Diskusi Panel Testimoni Pertumbuhan Ekonomi 19 %

BOJONEGORO – Diskusi panel yang diselenggarakan oleh IDFoS Indonesia bekerja sama dengan LPPM Universitas Bojonegoro (Unigoro) berjalan dengan lancar, Jumat (3/6/2016). 

Seminar pertumbuhan ekonomi 19%Acara yang dimulai pukul 14.30 tersebut dihadiri oleh sejumlah kalangan. Seperti, SKPD, Organisasi Masyarakat, LSM, BEM kampus dan mahasiswa Unigoro.

Diskusi yang berlangsung di aula lantai II kampus Unigoro di Jl. Lettu Suyitno-Bojonegoro itu menghadirkan tiga narasumber dan dua panelis.

Tiga narasumber tersebut adalah akademisi Unigoro dan Bappeda Bojonegoro. Sementara  panelis dari IDFoS Indonesia dan Akademisi Unigoro.

Seminar bertema “Testimoni Pertumbuhan Ekonomi 19 %” tersebut dibuka dengan sambutan dari Rektor Unigoro, Slamet Kyswantoro. Dalam sambutannya, Slamet mengungkapkan pertumbuhan ekonomi di Bojonegoro cukup tinggi, 19%. Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut dirasa masih belum terjadi pemerataan  pendapatan.

“Kami beberapa waktu lalu membaca, bahwa Kabupaten Bojonegoro adalah salah satu kabupaten yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi. Dari pertemuan ini diharapkan ada saran dan masukan terkait belum meratanya distribusi pendapatan, dan juga mulai naiknya harga bahan kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

Baca juga:  Dampingi Wirausaha Pemula

Setelah sambutan rektor Unigoro, dilanjutkan sambutan dari ketua Yayasan Suyitno Unigoro Arif Januarso, dan dilanjutkan dengan pemateri seminar. Pertama dari Rupiarsih, dekan FISIP Unigoro.

Dalam paparannya, Arsih menjelaskan tentang target dan pencapaian kinerja makro 2014-2015. Bahkan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Bojonegoro tersebut pengaruh dari adanya eksploitasi migas yang ada di Bojonegoro.

“Kalau 19 persen itu dengan migas, bisa berfluktuatif. Karena saat ini naik pengeboran. Bisa saja naik 20 %. Tetapi kalau tanpa migas bisa saja langsung turun. Tetapi pada kenyataannya, kita turun . Pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi tanpa migas 7,78 %. Sedangkan sekarang hanya 5,99 % untuk pertumbuhan ekonomi nonmigas,” ungkapnya.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi 19,47 % tersebut dirasa tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi, nilai tukar petani, dan pembangunan. ”Karena migas ini adalah padat teknologi, bukan padat karya. Saat naik pun yang berpengaruh adalah investor,” tandasnya.

Baca juga:  Tiga Puskesmas di Tuban Kordinasi Terkait CC

Paparan dilanjutkan dengan narasumber kedua dari Bappeda Bojonegoro, yang disampaikan oleh Kabid  Ekonomi, Eryan Dewi Fatmawati. Dalam paparannya, Eryan menjelaskan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut disebabkan oleh tiga hal.

Yakni, migas, pertanian dan perdagangan serta restoran. “PDRB yang tinggi di Bojonegoro akibat peranan sektor migas, pertanian dan perdagangan serta restoran,” katanya.

Namun, menurut dia, tingginya pertumbuhan ekonomi tersebut jangan lantas membuat kita bangga. Karena, bisa saja beberapa tahun lagi Bojonegoro mengalami pertumbuhan paling kecil nasional.

Setelah Eryan, acara disambung dengan paparan dari narasumber ketiga dari Bappeda Bojonegoro yakni Helmi Elizabeth. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk daerah penghasil migas adalah hal yang biasa.

Dia menjelaskan, dana bagi hasil (DBH) minyak yang didapat dari migas hanya 1,1% yang dimasukkan dalam pembangunan. Namun, yang perlu difikirkan adalah ketika tidak ada lagi migas untuk pembangunan.

Baca juga:  Diskusi Reboan Bahas Partisipasi Multipihak

Karena itu, pemkab juga mengalokasikan dananya untuk pertumbuhan fiskal. “Saat ini pemkab telah mengalokasikan sebagian dananya untuk penyertaan modal, yakni Rp 400 M telah kita setorkan ke BPR,” ungkapnya.

Hal itu, menurut dia, salah satu upaya pemerintah untuk menginsiklusikan dana pemerintah untuk masyarakat, untuk menyalurkan dana untuk membiayai usaha kecil.

Sedangkan panelis pertama, Joko Hadi Purnomo mengungkapkan, secara teori pertumbuhan PDRB tidak akan berarti apa-apa. “Mengenai pengangguran, itu berkaitan dengan angka kemiskinan. Pemaparan tadi menarik, jika PDRB turun belum serta merta berpengaruh terhadap kemiskinan di Bojonegoro,” ujarnya.

Dia menambahkan, sejauh ini Bojonegoro telah melaksanakan upaya terkait investasi dan ini sangat tepat. Menurut dia, investasi tidak melulu berhubungan dengan modal, tetapi juga penyerapan tenaga kerja. Acara yang berlangsung hingga pukul 16.35 WIB tersebut diakhiri dengan sesi tanya jawab oleh peserta seminar. (iwd/yok)