Diskusi Reboan: Perlunya Regulasi Perbup TJSP

BOJONEGORO – Institute Development of Society (IDFoS)Indonesia kembali menggelar program reguler, Diskusi Reboan, pada Rabu (23/12/2015) di ruang pertemuan IDFoS Indonesia, Jl. Sersan Mulyono No 35 Bojonegoro.
Dengan mengambil tema “Perlunya Regulasi Perbup TJSP” diskusi tersebut sebagai bentuk respons paska disahkannya Perda No 5 Tahun 2015 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang dinilai melewatkan beberapa masukan substansial dari Aliansi OMS. Untuk itu, aliansi akan mendorongnya dalam Peraturan Bupati (Perbup).
Diskusi yang dimulai pukul 11.00 WIB tersebut mengundang beberapa stakeholder dari dinas terkait. Seperti Bappeda, Disnakertransos, Badan Perizinan, Disperindag, dan anggota Aliansi OMS, seperti Ademos, InSpektra, KPI, Gemati, SEC, Fospora, dan organisasi ektra kampus PMII.
Perwakilan dari IDFoS Indonesia, Joko H. Purnomo menyampaikan latar belakang perlunya sebuah regulasi terkait TJSP. Yakni, untuk meminimalisasi dampak eksploitasi yang dilakukan perusahaan.
“Dengan adanya CSR yang dilakukan oleh perusahaan apakah sudah mampu mengurangi dampak eksploitasi bagi masyarakat. Selain itu, program CSR yang diberikan perusahaan seringkali berhimpitan dengan program pemerintah. Sehingga, diperlukan peraturan terkait TJSP. Agar adanya CSR (corporate social responsibility) bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan rakyat Bojonegoro,” katanya.
DPRD Bojonegoro beberapa waktu lalu telah mengesahkan Perda terkait TJSP, yakni Perda No 5 Tahun 2015. Namun, perda yang telah disahkan tersebut dinilai belum mampu menjawab semua persoalan CSR di Bojonegoro.
Seperti yang disampaikan oleh perwakilan aliansi OMS, Handoko dari InSpektra. Menurut dia, aliansi belum puas dengan disahkannya Perda TJSP. Karena, beberapa substansi yang menjadi masukan masyarakat tidak masuk menjadi perda, padahal hal tersebut perlu. “Oleh sebab itu, harapannya ada tambal sulam dalam Perbup yang sedang kita dorong ini,” terangnya.
Sementara, Erian D. dari Bappeda menyampaikan, Perda No 5 Tahun 2015 yang baru disahkan dinilai lebih mengecilkan makna dari CSR seperti yang telah diatur dalam perda konten lokal. “Perda ini lebih mengatur hal teknis yang sebenarnya lebih pas dimasukkan dalam Perbup. Perda  seharusnya mengatur petunjuk secara garis besar,” ungkap Erian.
Sedangkan Dinas Perizinan menambahkan, bisa saja Perbup dibuat sebagai landasan operasional Perda TJSP. Selama apa yang didetailkan di perbup diatur dalam perda.
“secara teori, perbup berada di bawah perda. Jika di perda masukan-masukan itu tidak ada, maka tidak bisa diatur dalam perbup. Salah satu alternatifnya adalah dengan melakukan revisi perda,” ungkapnya. (iwd/yok)

Baca juga:  Anugerah Inovasi Teknologi