IDFoS Ikuti Rakor Open Goverment Partnership

BOJONEGORO – Pemkab Bojonegoro terus mematangkan Open Goverment Partnership (OGP). Salah satunya adalah dengan menggelar rapat koordinasi kelanjutan implementasi OGP dengan lintas pihak. Termasuk dengan civil society organization (CSO).Diskusi open government Partnership

Sebagai CSO, IDFoS Indonesia juga hadir dalam rapat kordinasi pembahasan lanjutan implementasi OGP di Bojonegoro, yang dilaksanakan di Lantai 7 gedung baru pemkab. Selain IDFoS, rapat koordinasi juga diikuti oleh SKPD Pemkab Bojonegoro, institusi pelayanan publik, serta CSO lain di Bojonegoro, BI, dan RTIK.

Dimulai pukul 10.45, rapat koordinasi dibuka oleh Bupati Bojonegoro Suyoto. Dalam sambutannya, bupati menjelaskan konsep OGP. Dia mengungkapkan, Bojonegoro menjadi satu-satunya wakil Indonesia yang terpilih mengikuti Open Goverment Internasional.

Baca juga:  Lokakarya Multipihak untuk Keberlanjutan PRO MAMA ASIH

Dalam rakor yang digelar Kamis (28/7) tersebut, bupati juga membahas tentang rencana tindak lanjut implementasi OGP di Bojonegoro. Salah satunya adalah perlu dilakukan self assessment.

“Mana-mana yang sudah sesuai dengan konsep OGP, perlu dipertahankan dengan skill up atau peningkatan dan ekstensifikasi,” jelasnya.

Di akhir acara, orang nomor satu di Bojonegoro itu mengungkapkan, ada 8 poin yang perlu segera dilaksanakan untuk mewujudkan OGP bagi masing-masing institusi yaitu Pemahaman konsep OGP dan mekanisme kerjanya, Membuat  Action plan, masing institusi membuat dewan pengarah, memahami mekanisme dan melakukan self assesment untuk menilai kekurangan, buat mekanisme untuk konsultasi, Membuat Working group, Buat skenario: strategi dan taktik untuk memastikan poin 1-6 berjalan, dan  segera eksekusi aksi nyata poin 1-7 terwujudRakor tersebut juga diisi dialog dengan peserta rakor, untuk menjaring beberapa masukan terkait implementasi OGP selama ini.

Baca juga:  Komisi C Support Perbaikan Pelayanan Kesehatan

Direktur Bojonegoro Institute Syaiful Aw mengungkapkan, perlu mendorong pelaksanaan open government di tingkat desa. Karena menurut dia, masyarakat desa tidak ada tahu berapa APBDes dan peruntukannya.

“Sebagai bentuk keterbukaan di tingkat desa, misalnya jumlah dana APBDes, penggunaannya bisa dicetak di banner yang bisa dilihat dengan mudah,” tukasnya. (iwd/yok)