Kajian Desa, Petakan Sosial Ekonomi Pedesaan
BOJONEGORO – Sebagai bentuk kolaborasi dengan ragam program yang bersinggungan langsung dengan masyarakat, Institute Development of Society (IDFoS) Indonesia menggagas sebuah kegiatan untuk mengetahui kondisi desa di wilayah dampingannya. ”Agenda ini sesuai dengan program kerja Divisi Riset dan Informasi,” kata Koordinator Divisi Riset dan Informasi IDFoS Indonesia, Sunariyo.
Diperkirakan, November mendatang, IDFoS melaksanakan kajian Keadaan Desa. Yakni,
sebuah kegiatan untuk mengetahui kondisi desa, baik dari segi sosial ekonomi serta tata kelola pemerintahan desa.
Kajian tersebut menjadi salah satu agenda yang dibarengkan dengan program Patra Daya,
kerja sama IDFoS Indonesia dan ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) beserta Pertamina EP Cepu dan Badan Kerjasama (BKS) Participating Interest (PI) Blok Cepu, atas persetujuan SKK Migas.
Dalam kegiatan tersebut, tim IDFoS bersama masyarakat akan memetakan kondisi rumah tangga yang ada di desa dampingan. Tujuannya, untuk mengetahui kondisi rumah tangga desa dampingan secara riil, dari segi sosial maupun ekonomi.
Yoyok, panggilan akrabnya, menjelaskan, kajian ini juga bertujuan untuk memotret tata kelola pemerintahan desa, dilihat dari segi pelayanan terhadap masyarakat maupun dari segi pengelolaan aset desa, termasuk dalam hal ini dana desa.
Apalagi, berdasarkan berita yang dirilis www.kompas.com (6/9/2015), tiga kementrian terkait penyaluran dana desa segera menandatangani surat keputusan bersama (SKB) mengenai percepatan penyaluran dana desa. Penerbitan SKB tersebut salah satunya berguna memudahkan proses administrasi dalam pencairan dana desa.
Tiga kementerian tersebut adalah Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, serta Kementerian Keuangan. Saat ini, draf SKB sedang dalam proses pembuatan dan direncanakan untuk ditandatangani pada Selasa (8/9/2015) lusa.
Ada tiga hal utama yang akan diatur, yaitu penyederhanaan prosedur, penyederhanaan menu program, penyederhanaan prosedur pengadaan barang dan jasa, serta mekanisme laporan pertanggungjawaban.
Di Bojonegoro sendiri, per 28 Agustus 20I5, 387 desa dari 419 desa belum mengajukan pencairan penghasilan desa, meliputi dana desa (DD), alokasi dana desa (ADD) dan penerimaan bagi hasil pajak dan bagi hasil restribusi, tahap kedua, sebagaimana dilansir www.suarabojonegoro.com
Belum mengajukannya dana desa, alokasi dana desa, bagi hasil pajak, dan bagi hasil retribusi tahap kedua ini disinyalir karena belum ada kesiapan desa untuk melengkapi persyaratan administrasi pencairan dana tersebut seperti APBDes dan beberapa persayaratan lainnya.
Di Bojonegoro, terkait pedoman penyaluran keuangan desa telah diatur dalam Perbup No 2 Tahun 2015. Bahwa, untuk menyalurkan keuangan desa yang meliputi dana desa, alokasi dana desa, bagi hasil pajak, bagi hasil retribusi pihak desa harus melengkapi beberapa persyaratan seperti yang tercantum di Perbup No 2 Tahun 20I5 Bab IV pasal I6 tentang Persayaratan Pengajuan
Yoyok menambahkan, mengacu rencana tiga kementerian tersebut dan fakta pencairan keuangan desa, penting kiranya ada pemetaan atau Kajian Desa. Pemetaan itu dilakukan dengan cara wawancara dan focus group discussion (FGD) dengan melibatkan warga secara langsung.