Keterbukaan Belum Sampai ke Desa

Diskusi reboan terkait transparansi keterbukaan desa.

 

BOJONEGORO – IDFoS Indonesia kembali menyelenggarakan kegiatan reguler Diskusi Reboan pada Rabu (26/07/17). Bertempat di co creating room gedung Pemkab Bojonegoro lantai 2.

Diskusi tersebut mengusung tema “Praktik Transparansi Dalam Keterbukaan Desa”. Tema ini diambil untuk menjawab bagaimana posisi pelaksanaan tata kelola pemerintahan desa di Kabupaten Bojonegoro saat ini.

Untuk dijadikan dasar dalam memperbaki tata kelola pemerintah desa di masing-masing desa dan untuk mengambil kebijakan berdasarkan kondisi objektif.

Diskusi Reboan diikuti kurang lebih 20 peserta dari Dinas Kominfo, Dinas PMPD, Komisi A, OMS, Pemdes, Akademisi dan organisasi intra, dan ektra kampus di Bojonegoro.

Dimulai pukul 10.00 WIB, acara dibuka oleh Rizal Zubad, staf Divisi Perekonomian IDFoS Indonesia. Dilanjutkan oleh pemaparan latar belakang, tujuan, manfaat dan metodologi dari riset yang disampaikan oleh Joko Hadi P, selaku Direktur IDFoS Indonesia.

Baca juga:  Riset dan LSM

Joko menyampaikan, riset ini cukup lama dilakukan, dengan melibatkan para pihak pada tahun 2016 sampai 2017. Dilakukan di 42 desa yang ada di Kabupaten Bojonegoro. ”Kami menyebutnya keterbukaan desa,” katanya.

Latar belakang dari riset tersebut, lanjut Joko, karena rendahnya efektivitas kelembagaan, tata kelola pemerintahan desa serta pelayanan masyarakat; Rendahnya kapasitas dan kualitas pelayanan aparatur pemerintahan desa; Terbatasnya akses masyarakat terhadap informasi penyelenggaraan pemerintah desa; Partisipasi aktif warga berada pada relasi antara citizen dengan government.

Kemudian, masih kata Joko, partisipasi aktif warga muncul ketika ada ruang-ruang yang disediakan oleh pemerintah desa; Partisipasi aktif dalam BUMDes selama ini masih didominasi oleh pemerintah desa, karena yang memang inisiasi pembentukan bumdes lebih banyak dari pemerintah desa.

Berlakunya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa ini mendorong diberlakukannya tata kelola pemerintah desa yang baik. Dan Bojonegoro yang menganut tata kelola pemerintah terbuka (OGP).

Baca juga:  Rembug Desa Program Penguatan Kapasitas Layanan Posyandu di Kecamatan Bubulan

“Hasil kesimpulan umum atau hasil pengukuran rata rata di desa sampel yaitu 46,00 artinya desa kurang terbuka. Ini menunjukan bahwa inisiasi yang dilakukan di Kabupaten Bojonegoro sudah jalan, tetapi untuk di tingkat desa  masih belum terjangkau,” tegasnya.

Setelah dilakukan paparan pembuka oleh Joko, acara kemudian dilanjutkan dengan paparan hasil riset oleh Rizal Zubad. Rizal menyampaikan, diskusi tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil riset. Sehingga, nantinya data ini bisa dijadikan sebagai cermin untuk memperbaiki diri.

Total ada 42 desa yang dijadikan sampel. Riset ini dilakukan dua tahap, yaitu pada tahun 2016 dan 2017. Hasil assessment 2016 dari 28 desa didapatkan bahwa 1 desa termasuk kategori desa terbuka dengan nilai 77.

Kemudian, 11 desa menuju terbuka dengan nilai 51-75, 16 desa kurang terbuka dengan nilai 26-50 dan 1 desa terkategori desa tertutup dengan nilai 0-25.

Baca juga:  Pembangunan Fisik Tiga Desa 100 Persen

Selanjutnya, untuk hasil assessment tahun 2017, dari 13 desa diketahui bahwa, 3 desa menuju terbuka dengan nilai tertinggi 57,32, kemudian 10 desa terkategori desa kurang terbuka dengan nilai 26-50.

”Rata-rata yang paling tidak dikerjakan pemerintah adalah peraturan. Jadi, semua informasi yang dipublikasi harus dijamin dalam sebuah peraturan. Kalau hanya bicara itu dijamin dengan personal kalau dengan peraturan itu sudah di jamin oleh lembaga,” ujarnya.

Berdasar hasil riset, dari 3 aspek utama (transparansi, akuntabilitas, partisipasi)  yang paling rendah adalah aspek transparansi. Padahal, aspek ini adalah aspek yang paling penting dan berpengaruh di tingkat pemerintahan desa.

Kemudian, diketahui yang paling rendah tersebut adalah pemerintah desa banyak yang belum memiliki peraturan tentang pelayanan informasi.

“Untuk saat ini kita ambil aspek transparansi, karena yang paling rendah adalah aspek tersebut, dimana regulasi di tingkat desa tentang pelayanan informasi belum ada,” imbuhnya. (ika/yok)