KPK: Keterbukaan Kunci Perangi Korupsi

BOJONEGORO – Lembaga antirasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengunjungi Bojonegoro. Kali ini KPK hadir di Bojonegoro dalam rangka menjadi salah satu keynote speaker dalam acara Diskusi Reboan yang diselenggarakan IDFoS Indonesia.

Diskusi Reboan dilaksanakan di Creative Room Lt. 6 Gedung Pemkab Bojonegoro pada Rabu (22/11/2017). Diskusi Reboan tersebut mengambil tema “Keterbukaan Desa dengan Potensi Korupsinya”.

Dalam diskusi tersebut, Johnson dan Nirwana, yang hadir mewakili KPK membawakan materi tentang Keterbukaan Desa dan Pemberantasan Korupsi. Sedangkan Bupati Bojonegoro Suyoto juga hadir sebagai keynote speaker dengan membawakan materi tentang Generative Self Governance.

Acara yang dihadiri kurang lebih 50 peserta tersebut berlangsung dengan lancar. Peserta yang hadir terdiri dari berbagai elemen seperti Pemerintahan (Bojonegoro, Tuban, Lamongan), Akademisi, NGO, Asosiasi Kades Bojonegoro, Asosiasi Sekdes Bojonegoro, Asosiasi Perangkat Desa Bojonegoro, dan Ormas.

Menurut Joko Hadi Purnomo, Direktur IDFoS Indonesia,  diskusi yang mengundang berbagai elemen tersebut diselenggarakan sebagai upaya untuk menyebarkan nilai-nilai antikorupsi. Kemudian, mengetahui modus dan praktik korupsi desa, serta mengetahui strategi dan upaya pencegahan dari potensi korupsi yang ada di desa.

Baca juga:  Optimalisasi Peran SKK Migas dalam Pengelolaan Migas

Diskusi Reboan rutin dilakukan IDFoS dengan selalu mengangkat isu-isu terkini. Kali ini IDFoS mengambil isu tentang desa dan potensi korupsinya. “Kami mengambil isu ini, karena latar belakang yang pertama, dengan adanya Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa ini, desa semakin menjadi primadona,” katanya.

”Kalau dulu desa punya kewenangan tapi tidak di barengi dengan keuangan yang dikelola. Saat ini ada keuangan dengan tujuan pembangunan lebih cepat. Itu menjadi salah satu bagian dari diskusi hari ini,” imbuhnya.

Selain itu, masih menurut Joko, dengan adanya ADD, DD, dan PAD ini, orang cenderung berbondong-bondong tentang dana desa. ”Misalnya, saya baca di media massa, ada MoU dari kepolisian dan pemkab. Ada temuan yang kami lakukan berbasis media. Ada potensi berbasis penyimpangan. Itu sebabnya di pembangunan ini menyebabkan potensi korupsi di desa,” terangnya.

Baca juga:  Warga Sudu Antusias Hadapi Penilaian Lomba Aksi Sehat

Argumentasi ketiga, terkait keterbukaan desa, lanjut Joko, pada 2014, IDFoS Indonesia melakukan pengukuran terkait transparansi, akuntabilitas, dan inovasi. Ini dilakukan untuk mendorong semangat keterbukaan di daerah.

Usai penyampaian dari Joko, acara yang dipandu Rizal Zubaid Firdaus itu dilanjutkan dengan paparan Bupati Bojonegoro Suyoto. Dalam paparannya, Kang Yoto menyampaikan bahwa isu pembangunan desa itu tidak hanya mencegah korupsi tapi bagaimana membuat orang desa paham tentang government.

Menurut dia, banyak orang mengira bahwa urusan di desa itu adalah uang. Maka dengan dana desa urusannya sudah selesai. Kemudian ketika mendengar korupsi di desa ributlah semua orang. ”Ada yang lebih penting dari korupsi, yaitu bagaimana meningkatkan kapasitas government,” paparnya.

Kemudian dilanjutkan dengan paparan dari KPK, Nirwana. Menurut Nirwana, keterbukaan harus digencarkan.  Sebab, keterbukaan  adalah prasyarat kunci untuk memerangi korupsi. “Kami melihat bahwa keterbukaan itu bukan sebuah kedermawanan, yang pada akhirnya dinilai sebagai kebaikan. Namun keterbukaan adalah sebuah keharusan dalam konteks demokrasi,” jelasnya.

Baca juga:  Hari Hutan Sedunia, GELAR Tanam 10 Ribu Pohon di Bojonegoro-Tuban

Pemberantasan korupsi butuh  partisipasi masyarakat. Hal itu tertuang dalam UU No. 31 tahun 1999  Pasal 41. Karena korban utama korupsi adalah masyarakat dan masyarakat memiliki fungsi kontrol sosial, dengan begitu tata kelola pemerintahan akan lebih akuntabel.

Menurut Nirwana, BPD memiliki peran yang sangat strategis. ”BPD bisa melakukan pengawasan dan kontrol. Intinya adalah penguatan lembaga desa dan penguatan masyarakat itu penting,” tandasnya.

Tidak hanya sekedar desa membuat baliho, tapi juga masyarakat bagaimana memiliki kepedulian terhadap dana desa ini. Hal ini disampaikan oleh salah satu peserta, Dahlan dari Fitra Jatim dalam diskusi tersebut, usai paparan dari kedua keynote speaker.

Pemberantasan korupsi butuh partisipasi masyarakat. Sebab, korban utama korupsi adalah masyarakat dan itu terjadi karena tata kelola pemerintah desa yang tidak baik. Dengan tata kelola pemerintahan yang tidak baik berakibat juga penyelewengan kebijakan, maka keterlibatan masyarakat harus  semakin dikuatkan. (ika/yok)