Minimalisir Potensi Korupsi DD dengan Transparansi dan Akuntabilitas

KPK dihadirkan sebagai narasumber sekolah desa untuk menyampaikan materi tentang Anti Korupsi

 

BOJONEGORO – Sekolah Desa yang diselenggarakan Institute Development of Society (IDFoS) Indonesia pada Sabtu (11/02/2017) lalu menghadirkan narasumber dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Johnson R. Ginting dan Hariyanto. Keduanya menyampaikan materi tentang Anti Korupsi.

Dalam penyampaian materinya, Johnson menjelaskan, korupsi adalah perbuatan merugikan seseorang atau pihak tertentu yang mengakibatkan kerugian negara.

KPK merupakan lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dia menjelaskan, terdapat 30 pasal dalam UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dikelompokkan menjadi beberapa hal.

Baca juga:  Koordinasi Patra Daya 2017 Wilayah Gayam

Yakni, Kerugian keuangan negara; Suap-menyuap; Penggelapan dalam jabatan; Pemerasan; Perbuatan curang; Benturan kepentingan dalam pengadaan; Gratifikasi.

Dia menyatakan, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan TPK yang ruang lingkupnya melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Menurut Johnson, cara menanggulangi korupsi dana desa yaitu transaksi uang dilakukan dengan transparan dan  akuntabel. Semua yang dilakukan harus didasarkan atas pertanggung jawaban.

Selanjutya partisipatif, yaitu keputusan yang dilakukan di desa tidak hanya dilakukan oleh kepala desa saja melainkan juga masyarakat.

Baca juga:  Monev Penyusunan SID di Desa Ngujung

“Good governance meliputi akuntabilitas, transparansi, taat pada peraturan perundangan, responsive, adil dan inklusif, efektif, efisien dan partisipatory,” terangnya.

Johnson menambahkan, satu negara yang korupsinya rendah, maka orang jujur akan mendapatkan hasil yang lebih tinggi dibanding usaha yang tidak jujur.

Sedangkan di negara yang korupsinya tinggi, orang yang jujur akan menghasilkan sesuatu yang lebih kecil dibanding seseorang yang tidak jujur. Dan Indonesia termasuk pada Negara yang marak dengan tindakan korupsi.

“Pembenahan yang harus dilakukan agar berintegritas adalah perbaikan sistemnya dan orangnya.  Sanksi sosial yang harus dilakukan adalah dengan mengucilkan para koruptor. Ini yang masih jarang dilakukan oleh masyarakat Indonesia,” imbuhnya.

“Korupsi itu terjadi bukan hanya dilakukan karena niat tapi juga kesempatan. Maka dari itu, sikap diam ketika melihat penyelewengan semua itu juga termasuk tindakan korupsi,” tandasnya.

Baca juga:  Masyarakat Berhak Mengawasi Pembangunan

Untuk pengaduan masyarakat bisa disampaikan melalui tertulis dan di laporkan melalui website, berdasarkan informasi yang valid disertai bukti pendukung, verifikasi & penelaahan. (ika/yok)