,

Publikasi, Akuntabilitas Publik Kerja-Kerja NGO

Publikasi, Akuntabilitas Publik Kerja-Kerja NGO

Publikasi, Akuntabilitas Publik Kerja-Kerja NGO

Oleh: Sunariyo

Koordinator Divisi Riset dan TI – IDFoS Indonesia

mendalan_82@yahoo.com ig: yoyok_182 

Seringkali kita mendengar dan melihat informasi tentang aktivitas Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), baik yang berbentuk non-governmental organization (NGO) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Kepemudaan, hingga Organisasi Kemasyarakatan. Informasi dan berita-berita tentang NGO yang dipublikasikan juga beragam. Ada berita positif dan berita negatif yang menggambarkan aktivitas dari NGO tersebut. Namun dari seringnya istilah-istilah tersebut muncul di media, masih ada sebagian masyarakat yang belum mengerti apa makna sebenarnya dari NGO, LSM, OMS atau Organisasi Kemasyarakatan.

LSM, menurut kamus politik adalah sebuah organisasi non pemerintah yang didirikan oleh masyarakat untuk menangani atau melakukan pengkajian tentang masalah atau bidang tertentu. Organisasi ini dalam bahasa Inggris dikenal dengan non-governmental organization (NGO) atau organisasi non pemerintah disingkat Ornop atau ONP. Di Indonesia, keberadaan lembaga-lembaga yang telah disebutkan di atas telah diatur dalam UU No.17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan, Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Ormas dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Ormas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba, dan demokratis.

Baca juga:  #Giveaway4

Beberapa tujuan Ormas yang tercantum dalam undang-undang tersebut di antaranya adalah untuk meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat, memberikan pelayanan kepada masyarakat, melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat, menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan mewujudkan tujuan negara.

Sedangkan fungsi Ormas di antaranya sebagai penyalur aspirasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, pemenuhan pelayanan sosial, partisipasi masyarakat, memelihara, menjaga, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa serta pemelihara dan pelestari norma, nilai, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dengan kata lain, tujuan didirikannya sebuah NGO atau apapun bentuknya, secara yuridis harus mematuhi peraturan perundangan dengan tetap bertujuan untuk menyalurkan aspirasi masyarakat serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. NGO diharapkan ikut berperan dalam merancang, melaksanakan dan mengawasi, proses dan hasil pembangunan secara berkesinambungan serta dapat menginspirasi dan mengajak masyarakat untuk ikut serta berperan aktif dalam setiap proses pembangunan.

Di sisi lain, NGO wajib berkontribusi dalam memelihara dan menciptakan suasana yang kondusif di dalam kehidupan masyarakat. Artinya adalah, keberadaan dan aktifitas NGO bukan membuat keadaan menjadi semakin kacau dan meresahkan masyarakat.

Dalam perkembangannya, jumlah NGO di Indonesia dari tahun ke tahun, mengalami pasang surut. Melihat data yang dimuat oleh Direktorat Politik dan Komunikasi, terdaftar sebanyak 6.567 Ormas dan LSM di Indonesia, dengan beragam latar belakang dan aktifitas. Sebuah angka yang tergolong lumayan besar.

Baca juga:  Dorong CSR Berbasis Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak

Kita tidak bisa menyanggah anggapan sebagian masyarakat saat ini yang masih merasa keberadaan dan kehadiran NGO justru menjadi sumber keresahan masyarakat karena aktifitas-aktifitasnya kontra produktif dengan fungsi asli sebuah NGO. Meski, dalam kenyataannya banyak juga NGO yang telah berkontribusi positif, baik bagi masyarakat maupun pembangunan nasional. Hal tersebut tidak bisa dipungkiri karena jumlah NGO (LSM) di Indonesia juga sangat banyak.

Lalu bagaimana upaya untuk menjadikan nama NGO agar dapat lebih dikenal dan mengikis stigma negatif yang disebabkan adanya oknum serta adanya NGO abal-abal. Tantangan itulah yang wajib dijawab setiap elemen masyarakat, baik itu oleh aktifis NGO itu sendiri serta pemerintah sebagai payung regulatornya.

Di era digital yang semakin berkembang saat ini, masyarakat akan dengan mudah dalam mengakses semua berita dan informasi di media-media online melalui perangkat komputer ataupun dari gadget mereka. Peluang inilah yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh NGO untuk dapat mempublikasikan eksistensi dari lembaga mereka. Publikasi aktivitas NGO juga dapat menjadi salah satu bagian dari akuntabilitas atau pertanggungjawaban publik atas apa yang dilakukan selama ini.

Muatan publikasi dapat berupa sejarah lembaga melalui profil lembaga itu sendiri, isu yang diangkat serta update kegiatan dari lembaga NGO. Sedangkan untuk media publikasi tentunya dapat menggunakan saluran website lembaga, media-media sosial seperti facebook, twitter ataupun media online dan media sosial yang lain. Bahkan, NGO juga perlu didorong melakukan kerja-kerja riset dan melakukan  publikasi ilmiah.

Baca juga:  Diskusi Reboan tentang Tata Kelola Pemdes

Selain itu, yang juga tidak kalah pentingnya, dalam setiap kegiatan publikasi wajib untuk selalu menaati dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Salah satu di antara isi peraturan yang terdapat dalam UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah bahwa informasi yang ditampilkan tidak mengganggu ketertiban umum dan mengandung unsur-unsur yang dilarang oleh peraturan perundangan.

Harapan terbesarnya adalah jika setiap NGO mau dan mampu memanfaatkan media-media online dan media sosial melalui teknologi informasi yang ada, masyarakat dengan mudah dapat mengetahui keberadaan NGO dengan beragam isu/fokus kegiatan dalam aktifitas-aktifitasnya.

Apabila hal tersebut dapat terwujud, setidaknya stigma negatif yang melekat pada NGO lambat laun akan dapat terkikis dan berubah menjadi lebih baik.

Pemerintah sebagai regulator tentunya berperan sangat penting dalam menegakkan peraturan melalui pembinaan dan peningkatan kapasitas terhadap NGO yang terdaftar dan melakukan penegakan hukum terhadap NGO yang kontraproduktif serta melanggar peraturan. (yok)

 

Referensi :

UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan

UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik.

http://ditpolkom.bappenas.go.id : Direktorat Politik dan Komunikasi – Data Ormas dan LSM

https://duniapendidikan.co.id/fungsi-lsm/