Sanitasi Pesantren Sebagai Jalan Pintas Pencapaian SDGs
Sanitasi Pesantren Sebagai Jalan Pintas Pencapaian SDGs
Oleh: Rizal Zubad Firdausi
Koordinator Divisi Ekonomi Kerakyatan IDFoS Indonesia
rizalzubadfirdausi@gmail.com ig: @rizalzubad
Akses terhadap air bersih dan sanitasi telah diakui PBB sebagai hak asasi manusia karena sanitasi dapat memengaruhi kualitas hidup manusia. Secara sederhana sanitasi dapat diartikan sebagai usaha pemeliharaan kesehatan. Bisa juga diartikan sebagai upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga kesehatan lingkungan (Marsanti, 2018).
Aspek yang menjadi konsentrasi pada penilaian sanitasi permukiman adalah yang pertama dilihat dari kepadatan dan kelayakan hunian, yang kedua adalah kondisi hunian, dan yang ketiga adalah sarana sanitasi yang meliputi air bersih, pembuangan kotoran, air limbah dan penanganan sampah dan yang kelima adalah perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 1989).
Dari aspek tersebut, pesantren menjadi kawasan yang kompleks dengan masalah sanitasi. Fakta yang ada adalah kepadatan hunian di pesantren mayoritas yang tinggi, penggunaan sarana sanitasi dan fasilitas lainnya secara bersama-sama, serta penelitian lain menjunjukkan bahwa fasilitas sanitasi pesantren belum memenuhi syarat kesehatan, belum memiliki sarana pengolahan sampah dan air limbah, hingga kurangnya penyediaan air bersih untuk kebutuhan santri (Fahham, 2019).
Dalam hal ini pesantren menjadi perhatian terhadap pemenuhan akses sanitasi karena mengingat jumlah lembaga pesantren yang terdaftar di Indonesia sebanyak 26.975 dengan jumlah santri mencapai 2,6 juta santri atau 10,4% dari total pelajar di Indonesia (ditpdpontren, 2021).
Fasilitas sanitasi di pesantren yang belum memenuhi syarat kesehatan seperti Standar Kelayakan Kebutuhan Air Bersih sebesar 49,5 liter/kapita/hari, dimana UNESCO menetapkan hak dasar manusia atas air yaitu sebesar 60 liter/orang/hari yang mana saat ini sebagian besar pesantren belum memenuhinya. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, penyakit yang sering terjadi akibat buruknya sarana sanitasi di pesantren adalah skabies (gudik), diare (Bahraen, 2012), dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) (Astuti, 2018).
Beberapa program pemerintah telah menyasar pada perbaikan sanitasi pesantren, seperti Pos Kesehatan Pesantren dari Kementerian Kesehatan, eco-pesantren Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta program penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di pondok pesantren oleh Kementrian PUPR. Permasalahan yang ada dalam perbaikan akses sanitasi di pesantren adalah belum semua pesantren dapat mengakses program pemerintah tersebut (Fahham, 2021) karena keterbatasan informasi yang diterima, kemampuan SDM pesantren untuk mengakses program hingga jumlah sasaran program yang terbatas.
Program perbaikan akses sanitasi menjadi mandat dari pemerintah yang secara jelas tertulis di Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, yaitu dalam penyelenggaraan pesantren, pondok atau asrama yang merupakan tempat tinggal santri yang bermukim selama masa proses pendidikan di pesantren harus memperhatikan aspek daya tampung, kenyamanan, kebersihan, kesehatan, dan keamanan. Dalam hal ini Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, dapat memfasilitasi pondok atau asrama Pesantren untuk memenuhi aspek daya tampung, kenyamanan, kebersihan, kesehatan, dan keamanan.
Perbaikan akses sanitasi yang meliputi ketersediaan dan pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan ini tercantum pada tujuan ke-6 dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs). Selain tujuan nomor 6, program perbaikan akses sanitasi pesantren juga berkontribusi dalam pencapaian SDGs tujuan ke-3 yaitu kesehatan yang baik dan kesejahteraan, tujuan ke-11 yaitu kota dan komunitas yang berkelanjutan serta karena lokasinya di pesantren dapat berkontribusi pada tujuan ke-16 yaitu perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kuat.
Pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan akan semakin optimis dengan strategi-strategi program yang dapat berkontribusi pada beberapa tujuan. Harapannya pemerintah sebagai komando utama dalam pencapaian TPB/SDGs harus kolaborasi dengan baik kepada berbagai pihak seperti Perusahaan/Swasta, Lembaga Kemasyarakatan/NGO, dan Akademisi untuk merencanakan dan merealisasikan program-program yang dapat secara langsung maupun tidak langsung menjadi jalan pintas (seperti perbaikan akses sanitasi pesantren) untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) yang targetnya sampai tahun 2030 mendatang.
Selain Pemerintah (baik pusat maupun daerah), lembaga kemasyarakatan/NGO, Perusahaan/Swasta dan Akademisi seyogyanya menjadikan tujuan SDGs sebagai salah satu dasar penyusunan program kegiatan yang akan dilakukan, sehingga secara bersama-sama berkontribusi dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs). (yok)
Referensi:
https://ditpdpontren.kemenag.go.id/pdpp/statistik, diakses pada 24 Agustus 2021
Bahraen, R. (2012). Beberapa Masalah Kesehatan yang sering Muncul di Pondok Pesantren. Diakses dari https://muslimafiyah.com/beberapamasalah- kesehatan-yang-sering-muncul-dipondok-pesantren.html
Astuti, N.D. (2018). Hubungan Perilaku Santri dan Kondisi Lingkungan Fisik dengan Kejadian ISPA di Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 10(2), 233–242. Diakses dari https://e-journal.unair.ac.id/JKL/article/download/10189/5791
Keputusan menkes RI 829/Menkes/SK/VII/1989 mengenai Standar dan Syarat Pemukiman Sehat
Marsanti, A. 2018. Buku Ajar Higiene Sanitasi Makanan. Ponogoro: Uwais Inspirasi Indonesia
Fahham, A.M. 2019. Sanitasi dan Dampaknya Bagi Kesehatan: Studi dari Pesantren, Jurnal Masalah- Masalah Sosial