Sekolah Desa, Alternatif Solusi Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa
Terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, memunculkan berbagai tanggapan dan respons di masyarakat. Satu hal yang menjadi titik fokus perhatian adalah salah satu pasal yang menyebutkan adanya dana yang akan dikucurkan ke desa secara langsung.
Kekhawatirannya, jika dana desa dikelola aparatur desa yang tanpa dibekali pengetahuan cukup, maka tujuan utama pengembalian kekuasaan di tangan rakyat menjadi sia-sia. Kesejahteraan yang digadang-gadang terpenuhi ditakutkan malah hanya akan menyejahterakan beberapa pihak.
Mengantisipasi tak tercapainya goal UU Desa, pada 2014, Institute Development of Society (IDFoS) Indonesia membentuk sebuah sarana untuk pembekalan dalam meningkatkan kapasitas pengetahuan aparatur dan masyarakat desa. ”Peningkatan kapasitas dan keterampilan masyarakat desa tersebut dikemas dalam kegiatan yang dinamakan Sekolah Desa,” kata Alexander Mubarok, kepala Sekolah Desa.
Sekolah desa adalah sebuah wahana untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan aparatur desa dan masyarakat sipil menuju tata kelola pemerintahan yang baik dan demokratis.
Dalam kegiatan ini, baik aparatur maupun masyarakat sipil, diberikan pengetahuan terkait tugas dan tanggung jawabnya. Seperti, untuk aparatur desa diberikan pengetahuan seperti Pengelolaan Anggaran, Keuangan Desa, Administrasi Desa, Aset Desa, Laporan Pertanggungjawaban Desa dan sebagainya.
Sedangkan untuk peningkatan kapasitas masyarakat sipil, kata Alex, sapaan akrabnya, diberi materi seperti Advokasi Kebijakan, Pengorganisasian Masyarakat, Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat dan sebagainya.
Pada awal pelaksanaan, Sekolah Desa dilaksanakan secara ekslusif dalam satu minggu di kompleks Toyo Aji, Desa Wedi, Kecamatan Kapas, pada 6-10 November 2014. Tahapan selanjutnya, Sekolah Desa dilaksanakan di desa secara langsung.
”Sebagai bentuk konkret, Sekolah Desa telah berjalan di desa- desa. Antara lain di Desa Pucangan, Kecamatan Palang (Tuban) dan Desa Sedahkidul, Kecamatan Purwosari,” ujar Alex yang juga Sekretaris Pengurus IDFoS Indonesia ini.
Pada pertengahan 2015, beberapa jenis keuangan desa seperti dana desa, alokasi dana desa, bagi hasil pajak, bagi hasil retribusi daerah, sesuai amanat UU Desa, telah dikucurkan.
Berdasarkan pemberitaan di beberapa media, terjadi keterlambatan dalam pencairan dana desa ke desa. Disinyalir, itu terjadi karena kurang siapnya aparatur desa dalam kapasitas administrasi.
”Peran dan fungsi pemerintah sangat sentral dalam memberikan bekal dan kapasitas bagi aparatur pemerintahan desa dalam menjalankan mandat UU Desa. Sayangnya, praktek di lapangan tidak seperti demikian,” jelas Alex.
Untuk membantu peran pemerintah, Sekolah Desa bisa dijadikan sebagai alternatif solusi bagi desa yang membutuhkan peningkatan kapasitas bagi aparaturnya. Dengan tujuan, untuk mengembalikan ruh demokrasi ke tangan rakyat serta mewujudkan tata kelola pemerintahan desa yang berkualitas dan demokratis. (iwd)