Sinergi Stakeholder untuk Mendorong Keterbukaan Desa

Penyampaian hasil penelitian keterbukaan desa di Kabupaten Bojonegoro.
BOJONEGORO – Bertempat di Co Creating Room Gedung Pemkab Bojonegoro Lantai 2, Institute Development of Society (IDFoS) Indonesia menggelar Diskusi Reboan dengan mengusung tema “Praktik Transparansi Dalam Keterbukaan Desa”.
Diskusi yang dimulai sekitar pukul 10.00 WIB tersebut berlangsung hidup. Peserta yang hadir, baik dari pemkab, akademisi, Pemdes dan OMS tampak antusias menanggapi praktik transparansi yang ada di tingkat desa.
Menurut Masirin, perwakilan Dinas PMPD, pihaknya terus mendorong kebijakan keterbukaan di desa. ”Kami berusaha membuat sistem keuangan desa online, mulai dari penyusunan anggaran desa, kemudian penerapan penganggaran di APBDES sampai dengan pertanggungjawaban. Sehingga bisa dikontrol langsung oleh dinas PMPD,” katanya.
Kemudian dalam aspek transparansi, lanjut dia, dari ke-enam indikator yang paling rendah, ada pada indikator pemerintah desa memiliki peraturan tentang pelayanan informasi. Dimana semua informasi yang dipublikasikan harus dijamin dalam sebuah peraturan. Padahal aspek transparansi merupakan aspek yang paling penting.
Melihat hal tersebut, Johan perwakilan dari Dinas Kominfo berpendapat, soal peraturan tentang pelayanan informasi yang harus disusun oleh desa, hal itu sudah pasti penting, karena sebuah landasan hukum adalah panduan utama yang harus dipunyai desa untuk melakukan sesuatu, sehingga sesuai aturan dan tidak melanggar hukum.
Disambung Kades Ngujung, dia menyampaikan, pihak desa harus tahu dulu batasannya sampai di mana. Karena, tidak semua data bisa kita sampaikan. Yang bisa disampaikan itu informasi, jadi kita batasi mana data mana informasi sesuai dengan UU No. 14 tahun 2008.
“Transparansi merupakan bagian dari pendorong tatakelola dalam rangka mewujudkan good and clean government, memang sangat penting dan sesuatu yang harus dilakukan dari pemerintah paling bawah sampai pemerintah pusat,” tutur Miftahul Huda, Dosen FISIP Universitas Bojonegoro.
Sebenarnya, lanjut dia, masing-masing badan publik baik di tingkat desa, kabupaten, maupun nasional bisa membuat peraturan yang berisi apa yang menjadi kewenangannya.
“Yang perlu kita pikir secara serius adalah good and clean government harus berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.
Ditambahkan, transparansi tidak hanya sekedar lewat media, tapi forum desa juga harus digunakan semaksimal mungkin untuk menyampaikan informasi tentang anggaran, pelayanan publik, dan sebagainya. Sehingga ruang partisipasi masyarakat timbul.
“Jangan sampai transparansi ini tidak berdampak pada partisipasi masyarakat, karena kalau tidak berdampak pada partisipasi masyarakat juga tidak akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.
Sementara Anam Warsito, Wakil Ketua Komisi A DPRD Bojonegoro mengatakan, pada tahun 2016 pihaknya sudah berkomitmen untuk bagaimana proses transparansi bisa dituangkan dalam regulasi. Serta, mengusulkan perda tentang keterbukaan informasi publik.
Dengan harapan, informasi menjadi sebuah hal yang penting agar bisa mendorong adanya partisipasi aktif masyarakat. “Keterbukaan informasi menjadi pondasi yang penting yang harus kita jamin,” paparnya.
Untuk keterbukaan, masih kata Anam, sekarang sudah marak dilakukan di desa seperti pemasangan baliho dan papan informasi. Baliho dilihat tapi tidak dibaca. Mungkin dikarenakan masyarakat tidak mau mengakses atau mereka tidak tahu bahwa sebenarnya desa sudah menyediakan informasi.
”Ada banyak hal yang perlu dicermati. Keterbukaan tidak hanya soal angka dan uang, tapi bagaimana komunikasi pemdes dengan masyarakat,” imbuhnya.
Sementara itu, Ainun Naim menyampaikan, tidak semua kades seperti yang disangkakan. Harus ada regulasi yang mendorong tentang keterlibatan masyarakat, sehingga dalam transparansi jangan hanya menyalahkan kepala desa.
Itu problematika yang ada di masyarakat. Ketika informasi desa dibuka SDM masyarakat berbeda-beda, perlu ada metode dalam menyampaikan transparansi itu pada masyarakat, lewat bener atau forum rasan-rasan, tapi harus ada regulasi tetap yang mengatur tentang keterlibatan masyarakat di semua lingkup pemerintah baik kabupaten maupun desa.
Hal senada juga disampakan oleh Kades Ngrejeng dan Bulu. Papan informasi sekaligus media informasi sangat dibutuhkan, tapi keterbatasan pendidikan dan yang lainnya membuat penerimaan informasi berbeda-beda. “Selama ini masyarakat diundang datang tapi setelah sampai di rumah ditanya tetangga tidak bisa menjawab hasil nya apa,” bebernya.
Kemudian Khudlori dari Ademos menambahkan, terkait partisipasi masyarakat, perlu membuat forum perempuan. Sebelum musrenbangdes dilakukan, kita perlu membuat forum perempuan untuk berdiskusi. Tujuannya adalah agar memunculkan ruang partisipatif.
Di akhir acara disimpulkan regulasi sangat penting untuk menjamin keterbukaan baik di desa maupun kabupaten. ”Kami harapkan regulasi ini segera didorong untuk ada di semua desa, kemudian kontennya apa saja, medianya agar bisa mendorong partisipasi masyarakat,” imbuh Naim. (ika/yok)