Sinergi untuk Kesejahteraan Masyarakat dan Pelestarian Hutan
Indonesia diberkahi dengan hutan-hutan tropis terluas dan beragam hayati di dunia dengan hutan seluas 94,1 juta ha atau 50,1% dari total daratan di Indonesia (KLHK, 2019). Puluhan juta rakyat Indonesia secara langsung bergantung pada hutan-hutan ini untuk kehidupan mereka. Entah itu mengumpulkan hasil hutan untuk kebutuhan sehari-hari atau bekerja di sektor pengolahan kayu. Hutan-hutan ini adalah rumah bagi banyak flora dan fauna yang sangat luar biasa keberagamannya.
Namun, dengan luas hutan terbesar ke-9 di dunia, ancaman deforestasi selalu terjadi setiap tahun di Indonesia. Besar deforestasi Indonesia pada tahun 2019 adalah 462,4 ribu ha, di mana progress reforestasi pada tahun hanya sebesar 3,1 ribu ha atau 0,6% dari total deforestasi. Hal ini jauh dari tujuan mengembalikan tutupan lahan demi melestarikan hutan.
Di Provinsi Jawa Timur, deforestasi pada tahun 2019 turun menjadi 5,8 ribu ha, dari 8,8 ribu ha pada tahun 2018. Meski, penurunan tersebut dengan catatan terjadi penurunan deforestasi pada area bukan kawasan hutan, namun terjadi peningkatan deforestasi pada kawasan hutan.
Kondisi ini menjadi salah satu penyebab perubahan iklim, dimana tercatat rata-rata suhu naik 0,60 C pada tahun 2020 dibandingkan dengan suhu rata-rata sebelumnya.
Salah satu dampak nyata penurunan suhu adalah banyak terjadi bencana alam seperti banjir bandang di daerah hilir DAS, yang disebabkan tutupan lahan hutan banyak berkurang. Sehingga, sektor kehutanan menjadi sektor paling penting dalam pelestarian lingkungan hidup.
Di samping permasalahan kelestarian hutan, permasalahan kemiskinan masyarakat Indonesia yang mayoritas berada di wilayah tepi hutan, juga tidak bisa dianggap enteng. Pada tahun 2019 masyarakat miskin yang tinggal di dalam dan sekitar hutan sebanyak 10,2 juta atau 36,7% dari total penduduk miskin di Indonesia.
Provinsi dengan penduduk miskin terbanyak berada di Jawa Timur (per Maret 2020) yaitu sebanyak 4,42 juta jiwa (11,09%). Bahkan, Bojonegoro, Lamongan, dan Tuban adalah termasuk 10 besar penyumbang kemiskinan di Jawa Timur (BPS, 2019), dimana 3 kabupaten tersebut memiliki luas hutan lebih dari 17% menjadikan ketiga wilayah tersebut memiliki lumbung kemiskinan di wilayah sekitar hutan.
Perhutanan Sosial adalah salah satu instrumen yang disiapkan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan tanpa merusak hutan.
Namun permasalahan-permasalahan klasik selalu muncul. Pertama, pengelolaan hutan oleh masyarakat belum berjalan sesuai spirit pelestarian hutan. Kedua, masalah pelayanan perijinan yang belum memudahkan masyarakat miskin dalam mendapatkan akses perhutanan sosial. Ketiga, pengawasan dan penindakan pelanggaran yang terjadi.
Problem-problem itulah yang melatarbelakangi IDFoS Indonesia mengadakan Diskusi Reboan yang digelar pada Rabu (24/02/2021) bertempat di aula Rusunawa NU, Jl. A. Yani, Sukorejo, Kabupaten Bojonegoro.
Diskusi mengusung tema “Antara Kesejahteraan dan Kelestarian Hutan di Jawa Timur“. Diskusi berlangsung pukul 10.00-12.30 WIB. Kegiatan ini mengundang peserta dari Bojonegoro, Tuban dan Lamongan. Terdiri dari lembaga pemerintah, swasta, masyarakat, organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, dan jurnalis. Dengan jumlah peserta 51 orang yang hadir secara langsung (offline) dan 45 orang yang mengikuti secara daring (online).
Ada lima narasumber yang hadir mengisi diskusi. Yakni, Abetnego Panca Putra Tarigan (Deputi II Kantor Staf Presiden); Nur Hidayati, ST (Direktur Eksekutif Nasional WALHI); Deden Suhendi, S.Hut, MM (Dinas Kehutanan Jawa Timur); Joko Sunarto S.Hut (Divisi Regional Perum Perhutani Jawa Timur); Joko Hadi Purnomo, SE, ME, M.Si (Direktur IDFoS Indonesia).
Dari lima narasumber tersebut, dua narsum hadir secara online via zoom dan 3 narsum hadir secara offline. Dipandu oleh Ahmad Taufiq selaku moderator, dalam diskusi ini sesi penyampaian materi dibuat menjadi dua bagian. Sesi pertama penyampaian materi oleh narsum secara daring Via ZOOM disambung dengan tanya jawab dari partisipan aktif. Selanjutnya penyampaian materi oleh tiga narsum yang hadir langsung (offline) dan sesi tanya jawab kepada peserta aktif.
Diskusi Reboan ini mendiskusikan antara peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin sekitar hutan dan kelestarian hutan yang diantaranya strategi penanganan deforestasi perlu banyak mendapat masukan konkrit langsung dari beberapa stakeholder, serta adanya solusi yang tepat dari pemerintah bagi permasalahan yang ada.
Untuk rencana selanjutnya adalah merumuskan model seperti apa yang cocok untuk kelestarian hutan yang mendukung kesejahteraan masyarakat, dimana sinergi tiga unsur yaitu Pemerintah, Masyarakat dan Swasta menjadi hal yang penting dalam pelaksanaannya.
Jadi, perlu kesepakatan bersama siapa melakukan apa? potensi lokal apa yang harus di kembangkan? sumberdaya yang perlu ditingkatkan yang bagaimana? dan model bisnis yang seperti apa? yang bisa mendukung hal tersebut dengan tupoksi dan diskripsi pekerjaan yang jelas. (ika/yok)