Tingginya Potensi Korupsi di Desa karena Kepentingan Politis

Diskusi Reboan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih

 

BOJONEGORO – Diskusi Reboan yang diselenggarakan IDFoS Indonesia, Rabu (01/02/2017) lalu menghadirkan Dony Bayu Setiawan, dari Komisi A DPRD Bojonegoro sebagai keynot speaker kedua. Dony memaparkan materi tentang sistem pencegahan korupsi dalam pembangunan desa.

Menurut dia, setelah adanya UU No. 6 Tahun 2016 tentang Desa, ada 60 Triliun anggaran untuk dana desa, dengan target Rp 1,4 miliar per desa. Hal itu terfokus untuk menjadikan desa sebagai miniatur pemerintahan yang bersih.

Dia menjelaskan, korupsi terjadi karena adanya kebutuhan sehingga terjadilah pemikiran penyalahgunaan dana. Kemudian, karena adanya perasaan kurang (serakah), dan pemikiran untuk membisniskan.

Baca juga:  “ Gotong Royong, Modal Social yang Mulai Hilang”

”Selain itu, tingginya potensi penyebab korupsi di desa juga disebabkan adanya kepentingan politis,” tegasnya.

Hal ini, lanjut Dony, perlu diperhatikan. Karena, dana desa sangat besar. Kemudian, regulasi masih relatif baru dan luas, dan karakteristik desa yang berbeda-beda.

Dia membeberkan, modus korupsi biasanya di belanja barang dan jasa, penggunaan dana yang tidak sesuai APBDes, RKP dan regulasi kementerian. ”Latar belakang terjadinya hal tersebut disebabkan pembagian dana yang tidak sesuai aturan, proses penyaluran barang dan jasa, laporan pertanggung jawaban dan monitoring evaluasi”, terangnya.

Faktor pengawasan masih lemah dikarenakan kultur feodalisme yang masih melekat, lemahnya lembaga kemasyarakatan atau BPD dan kurang tegasnya pendamping desa.

Baca juga:  Harapkan Sekolah Desa Dikembangkan di Lebih Banyak Desa

“Keadaan saat ini cenderung foedalisme, kemudian tokoh masyarakat yang mengkritik dimusuhi,” ujarnya.

Maka, dibutuhkan upaya pencegahan berupa turunan UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Yakni, penyusunan raperda tentang keterbukaan informasi, pemasangan informasi termasuk adanya website desa dan media sosial, serta peningkatan aparatur desa.

“Selain memperbaiki sistem juga diperlukan pengubahan budaya dan perilaku untuk menumbuhkan tunas integritas,” tegasnya. (ika/yok)