Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dianggap Hal yang Wajar
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dianggap Hal yang Wajar
By Laily Mubarokah
Koordinator Divisi Pendidikan, Pemberdayaan Perempuan dan Anak IDFoS Indonesia
Masih ingat dengan kasus KDRT yang dialami oleh selegram yang berasal dari aceh yang mendapatkan perlakuan kekerasan fisik dan kekerasan verbal oleh suaminya sendiri selama 5 tahun lamanya. Banyak sekali Perempuan diluar sana yang mendapatkan perlakuan yang sama, kebanyakan mereka tidak berani untuk melapor, mengadu dan angkat bicara (Speak up).
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah masalah serius yang tidak bisa dianggap sebagai hal yang wajar di mana pun, termasuk di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Pandangan yang menganggap KDRT sebagai sesuatu yang normal atau diterima dalam masyarakat merupakan hasil dari kesalahpahaman budaya dan kurangnya edukasi mengenai hak asasi manusia dan hukum.
Dalam beberapa komunitas, termasuk di daerah-daerah tertentu, mungkin masih ada anggapan bahwa tindakan kekerasan, terutama terhadap perempuan atau anak-anak, adalah bagian dari disiplin atau pengelolaan rumah tangga. Namun, hal ini tidak boleh dibiarkan. Kekerasan dalam rumah tangga melanggar hak-hak dasar manusia dan dapat berdampak negatif jangka panjang terhadap kesehatan fisik, mental, dan emosional korban.
Hukum di Indonesia secara tegas melarang KDRT melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Di Bojonegoro, Menurut kapolres Bojonegoro pada tahun 2022 ada 13 perkara Sedangkan di tahun 2023 mengalami peningkatan yang signifikan mencapai 53,84% dengan 20 perkara. Masyarakat harus didorong untuk memahami bahwa KDRT adalah kejahatan dan bukan tindakan yang dapat dibenarkan dalam kondisi apa pun. Edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat perlu terus digalakkan untuk mengubah pandangan yang salah ini dan untuk melindungi korban KDRT.
Penting untuk dipahami bahwa tidak ada alasan yang dapat membenarkan tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Baik dalam konteks hubungan suami-istri, orang tua-anak, atau antar anggota keluarga lainnya, kekerasan adalah tindakan yang salah dan tidak dapat ditoleransi. Di sisi lain, upaya untuk mengatasi KDRT tidak hanya harus dilakukan melalui penegakan hukum, tetapi juga melalui edukasi, pencegahan, dan penyediaan dukungan bagi para korban.
Masyarakat perlu disadarkan bahwa KDRT adalah kejahatan, bukan masalah pribadi yang hanya harus diselesaikan dalam lingkup keluarga. Kesadaran ini harus ditanamkan sejak dini melalui pendidikan dan kampanye kesadaran publik, serta dukungan dari pemerintah dan organisasi non-pemerintah yang menyediakan layanan bagi korban, seperti konseling, tempat penampungan, dan bantuan hukum.
Pemerintah daerah, organisasi masyarakat, dan lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam mengedukasi warga tentang hak-hak mereka dan menyediakan dukungan bagi korban. Dengan penegakan hukum yang tegas dan pendidikan yang berkelanjutan, kita bisa berharap bahwa anggapan bahwa KDRT adalah hal yang wajar di Kabupaten Bojonegoro dapat diberantas. Hanya dengan langkah-langkah yang tegas dan komprehensif, kita dapat menciptakan masyarakat yang bebas dari kekerasan, di mana setiap individu dapat hidup dengan aman dan bermartabat