,

Bahas Dampak Revolusi Industri 4.0 dalam Diskusi Reboan

BOJONEGORO – Rabu (18/04/2018) lalu, IDFoS Indonesia mengadakan kegiatan regular Diskusi Reboan di Aula PCNU Bojonegoro. Diskusi terkait Advokasi Ketenagakerjaan dengan mengusung tema “Menakar Isu Ketenagakerjaan di Bojonegoro”.

Tema ini diambil untuk menjawab permasalahan ketenagakerjaan yang ada di Bojonegoro, seperti kondisi tenaga kerja di Bojonegoro, faktor pendukung dan penghambat kesempatan kerja di Bojonegoro, penyebaran informasi lowongan kerja dalam memenuhi kesempatan kerja yang ada di di Bojonegoro.

Undangan yang hadir dalam diskusi antaralain dari Perguruan Tinggi di Bojonegoro (Unigoro, AKN, IAI Sunan Giri), Pengusaha (APINDO, Asosiasi pekerja/SPSI), Media Massa (AJI, bB, SBU, beritajatim), Lakpesdam NU, Organisasi Masyarakat (Bojonegoro Institute, Ademos Indonesia, PMII, GMNI, HMI).

Baca juga:  Bimbingan Belajar untuk Anak Petani Tembakau di Desa Kebonagung Masuki Pertemuan Keempat

Isu ketenagakerjaan menjadi sangat cocok saat disandingkan dengan isu kemiskinan, dimulai dari kemajuan teknologi yang menjadikan industri saat ini mengalami Revolusi Industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 memberikan dampak disrupsi tenaga kerja yang luar biasa (Kompas,12/4/18).

Digitalisasi industri seperti otomatisasi teller/kasir, mesin pabrik, parkir dan lain-lain akan secara langsung mengurangi lapangan pekerjaan.

Di sisi lain, Bojonegoro sudah memiliki peraturan Bupati No. 14 tahun 2015 tentang Upah Umum Pedesaan Kab Bojonegoro, yang spiritnya pemerintah ingin meningkatkan investor untuk berinvestasi di Bojonegoro dan harapannya pengangguran serta kemiskinan menurun, namun dengan murahnya upah pedesaan hingga saat ini belum mampu menarik investor untuk berinvestasi ke Bojonegoro.

Joko H.P., selaku Direktur IDFoS Indonesia dalam diskusi tersebut menyampaikan hasil analisis statistik ketenagakerjaan Kabupaten Bojonegoro mulai dari tahun 2013-2017.

Baca juga:  Pertemuan Rutin Ibu KTH Ngasem Barokah

Kemudian dalam sesi diskusi, Yogik dari SPSI mengatakan bahwa di Bojonegoro ini termasuk daerah khusus untuk perusahaan rokok. Sehingga perusahaan yang paling banyak adalah perusahaan rokok dan paling menjamur di Bojonegoro dan masih berdiri tegak. ”Namun, pekerjanya semakin berkurang karena petani tembakau juga berkurang,” ucapnya.

Yang kedua bahwa saat ini perusaahan yang menggunakan tenaga manusia akan digeser menjadi perusahaan dengan mesin. Kemudian terkait lowongan pekerjaan semisal ada Job Fair pemuda Bojonegoro enggan berpartisipasi.

“Bahkan investor tidak mau masuk ke Bojonegoro dikarenakan di 16 titik kecamatan yang telah ditentukan terdapat infrastruktur yang tidak mendukung (jalan sempit) sehingga menyebabkan tidak lancarnya arus kluar masuk kendaraan besar,” tambahnya.

Baca juga:  Menegakkan Tonggak Perekonomian Desa,melalui BUMDes

Sebagai tindak lanjut diskusi, hasil notulensi akan dikirimkan ke pihak daerah sebagai isu-isu strategis yang harus diselesaikan.

Dalam hal ini IDFoS Indonesia adalah salah satu anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kerja Layak bersama dengan INFID. Koalisi tersebut terdiri atas berbagai organisasi seperti Perkumpulan Prakarsa, P3M, Lakpesdam NU, INRISE, Rumpun Malang, IRE, dan termasuk IDFoS Indonesia.

Sejak tahun 2017 Koalisi Masyarakat Sipil dengan dukungan Yayasan TIFA
bersama-sama mendorong adanya kebijakan penurunan ketimpangan kesempatan kerja melalui advokasi kebijakan yang dilakukan di tingkat nasional dan daerah. (ika/yok)