Perkawinan Anak Membuat Kemiskinan Baru
Malam Songo menjadi tradisi masyarakat untuk menikah khususnya di daerah Kabupaten Bojonegoro. Dari data Kementrian Agama ada pengajuan catin (calon pengantin) pada malam songo sebanyak 492 pasangan yang akan melangsungkan pernikahan. Dari 492 catin ada 49 catin yang masih usia anak. Jadi ada 10% yang menikah dini.
Ada banyak resiko yang ditimbulkan dari perkawinan anak, seperti khususnya pada anak perempuan pendidikannya menjadi terhambat sehingga sulit untuk meraih cita-citanya di masa depan. Ada juga resiko kesehatan, ketika anak perempuan hamil resiko meninggal lebih tinggi, jika punya anak akan ada resiko stunting. Kemudian anak belum matang secara psikologis, fisik dan mental, hal itu menyebabkan anak belum mengerti bagaimana mengelola rumah tangga dengan berbagai persoalan. Resiko lain adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) hingga perceraian. Selain itu, dampak yang signifikan yaitu kemiskinan.
Umumnya didesa pinggiran Bojonegoro, karena kondisi ekonomi yang sulit anak menjadi beban orang tua sehingga mereka memilih menikahkan anak sebagai solusinya. Namun dengan menikahkan dini maka akan berpotensi memunculkan kemiskinan baru.
Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Setelah pemerintah melakukan revisi atas UU no.1 tahun 1970 tentang perkawinan anak yang akhirnya mengatur mengenai usia minimal perkawinan anak menjadi 19 tahun, namun hal ini perlu diikuti langkah-langkah yang konkret pemerintah dalam meningkatkan pemahaman masyarakat tentang perkawinan anak.
Oleh karena itu perlunya pemerintah dan para stakeholder untuk saling bekerja sama mencegah perkawinan anak, disisi lain edukasi terhadap orang tua harus digencarkan agar tidak mudah memutuskan menikahkan anaknya jika belum cukup umur. (Laily)