Jeding Cawuk atau Kulah, Antara Budaya dan Sanitasi Pesantren
Jeding Cawuk atau Kulah, wadah air yang tidak asing di kalangan Pesantren Salaf, bagi kalangan santri tidak asing lagi dengan hal ini, wadah air yang digunakan untuk melakukan aktivitas resik-resik, bersuci dari hadats, memiliki kapasitas 2 kulah atau lebih, bisa dikatakan diatas 216.
Diberbagai pesantren salaf di Jawa Timur masih banyak yang menggunakan Jeding Cawuk sebagai fasilitas kebersihan yang menggunakan bak mandi yang berukuran jumbo ini, berdasarkan pengetahuan ilmu fiqih yang ada pesantren, bahwa air yang digunakan untuk bersuci tidak dituntut harus dalam volume dua kulah apabila diyakini tidak terkena najis. Adapun ‘air najis’ dalam istilah ilmu fiqih, yaitu air yang terkena najis dan volume airnya kurang dari dua kulah atau air yang berukuran dua kulah namun berubah setelah terkena najis.
Fakta menariknya adalah, air yang digunakan dalam Jeding Cawuk ini apabila tidak berubah warna, bau dan bentuknya masih dapat digunakan untuk bersuci, Jeding Cawuk ini dapat menampung air dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan banyak orang, sehingga mengurangi frekuensi pengisian ulang dan meminimalisir gangguan dalam kegiatan sehari-hari.
Meski memiliki banyak manfaat, perawatan bak mandi besar di pesantren juga memerlukan perhatian khusus. Air di dalam bak harus rutin diganti untuk memastikan kebersihannya. Selain itu, perlu dilakukan pembersihan rutin pada bak untuk mencegah penumpukan lumut atau kotoran.
Tantangan lain adalah memastikan semua santri memahami pentingnya menjaga kebersihan Jeding Cawuk. Kadang, karena digunakan oleh banyak orang, bak mandi besar bisa cepat kotor jika tidak ada kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga kebersihan, “Terlebih jika dasarnya sudah berlumut, dan volume yang besar, kotorannya tidak bisa dilihat secara langsung”.
Tetapi, hal ini merupakan tantangan sanitasi yang berada di Pesantren. berdasarkan SDGs 6 yang terfokus pada air bersih dan sanitasi, pesantren menjadi tantangan dalam penanganan ini. Pesantren aktif dalam beraktivitas, perlu diawasi bagaimana perilaku sosial para santri, bagaimana kualitas air dan layanan kesehatannya.
Kesehatan para santri, perlu diperhatikan sebagai hal yang bisa diatasi, penyakit kulit sepeti gatal-gatal, Scabbies dan penyakit menular lainnya, faktor lingkungan, kesehatan dan kebersihan pesantren bisa saja menjadi penyebab utama dari penyebaran penyakit gatal-gatal ini.
Fasilitas kebersihan, meliputi air dan perilaku sosial pada warga pesantren bisa menjadi pola penyebaran penyakit menular, tetapi bagi kalangan pesantren sakit gatal dan penyakit lainnya suatu hal wajar, dianggap sebagai ujian dalam menimba ilmu dipesantren.