Tantangan Dunia Usaha di Masa dan Pasca Pandemi

Tantangan Dunia Usaha di Masa dan Pasca Pandemi

Hamim Tohari dari Husky-CNOOC Madura Limited, sebagai narasumber

TUBAN – Diskusi Reboan yang digelar IDFoS Indonesia pada minggu lalu, (17/03/2021) juga menghadirkan Hamim Tohari dari Husky-CNOOC Madura Limited, sebagai narasumber.

Dalam diskusi itu, Hamim Tohari berbicara terkait dunia usaha secara umum dan bagaimana kontribusi dunia usaha terhadap kesejahteraan masyarakat di masa dan pasca pandemic. “Topik pagi ini menarik, sekaligus agak unik juga gitu”, ucapnya.

Menurut dia, satu sisi kalau kita lihat, dunia usaha  tentu sebagai salah satu pihak yang paling terkena dampak dari pandemic ini. Memang beberapa ada yang terkena impact, tapi beberapa juga ada mendapat berkah dari pandemic ini.

“Di era pandemic ini tentu kita melihat beberapa industry tutup, berhenti. Hotel salah satu potret gambaran bagaimana dunia usaha terpukul. Termasuk juga di sektor-sektor yang pariwisata misalnya. Itu hampir 80% mereka mengalami penurunan omset”, tambahnya.

Sebaliknya, kalau kita lihat secara nasional, secara global, perusahaan-perusahaan seperti penyedia makanan online go food, grab food itu bisa mencapai 400% pertumbuhannya.

Baca juga:  Pemulihan Ekonomi dengan 9 Inovasi

“Jadi memang pandemic ini satu sisi juga menjadi masalah, musibah. Tapi di satu sisi juga menjadi berkah bagi beberapa sektor usaha”, tuturnya.

Kemudian saat ini peran dunia usaha yang tidak bisa dinafikan dalam memerangi pandemic ini adalah dunia usaha dengan segala keterbatasannya itu masih memepertahankan tenaga kerja.  Ini tentu kontribusi yang mesti kita apresiasi yang harus diapresiasi pemerintah karna ini adalah bagian dari jaring pengaman sosial.

Yang kedua, masih kata Hamim, adalah kontribusi pajak. Kita bisa lihat kontribusi pajak dari dunia usaha ini, sehingga dengan uang pajak inilah pemerintah kita masih berdiri saat ini untuk membiayai termasuk memerangi pandemic ini.

Kemudian yang ketiga adanya program-program tanggung jawab sosial dari dunia saha yang cukup signifikan berkontribusi dalam penanganan pandemic ini.

Dia menekankan, hal yang menarik adalah kondisi dunia usaha pasca pandemic. Yaitu berubahnya pola bisnis dari kapitalistik ke kolaborasi, terbukanya peluang bisnis baru, usaha berbasis digital dan penggunaan energy baru yang terbarukan.

Baca juga:  Cegah Hama Tikus, IDFoS Siapkan Rubuha

Dia menjelaskan, apabila dunia usaha tidak dielaborasi maka akan menghadapi satu tantangan yang sangat serius dengan adanya perubahan pola bisnis tersebut.

Saat ini berbagai macam kebutuhan manusia telah banyak menerapkan dukungan internet dan dunia digital sebagai wahana interaksi dan transaksi.

“Di Bojonegoro, Tuban, Lamongan ini punya satu potensi luar biasa kita punya laut, kita punya hutan, kita punya minyak, kita punya tanah yang sebenarnya bisa menjadi pemain terdepan dalam era berubahnya bisnis dari yang semuanya rata-rata berbasis digital”, ungkapnya.

Namun, ancaman dari era baru industrialisasi, di antaranya secara global era digitalisasi akan menghilangkan sekitar 1 – 1,5 miliar pekerjaan sepanjang tahun 2015-2025 karena digantikannya posisi manusia dengan mesin otomatis (Gerd Leonhard, Futurist).

Kemudian Diestimasi bahwa di masa yang akan datang, 65% murid sekolah dasar di dunia akan bekerja pada pekerjaan yang belum pernah ada di hari ini (U.S. Department of Labor report).

Sedangkan peluang dari perubahan tersebut adalah Era digitalisasi berpotensi memberikan peningkatan net tenaga kerja hingga 2.1 juta pekerjaan baru pada tahun 2025.

Baca juga:  Karang Taruna Lima Bersaudara Ikuti Pelatihan Manajemen Operasional Budidaya Ayam Petelur

Terdapat potensi pengurangan emisi karbon kira-kira 26 miliar metrik ton dari tiga industri: elektronik (15,8 miliar), logistik (9,9 miliar) dan otomotif (540 miliar) dari tahun 2015-2025 (World Economic Forum).

Beberapa jenis model bisnis dan pekerjaan di Indonesia sudah terkena dampak dari arus era digitalisasi. Gejala-gejala transformasi di Indonesia yang tampak saat ini adalah toko konvensional yang ada sudah mulai tergantikan dengan model bisnis marketplace. Kemudian, taksi atau ojek tradisional posisinya sudah mulai tergeserkan dengan moda-moda berbasis online.

Untuk itu, strategi menghadapi era digital ini antara lain komitmen peningkatan investasi di pengembangan digital skills; Selalu mencoba dan menerapkan prototype teknologi terbaru, Learn by doing; Menggali bentuk kolaborasi baru bagi model sertifikasi atau pendidikan dalam ranah peningkatan digital skill.

Serta, dilakukannya kolaborasi antara dunia industri, akademisi, dan masyarakat untuk mengidentifikasi permintaan dan ketersediaan skill bagi era digital di masa depan dan menyusun kurikulum pendidikan yang telah memasukan materi terkait human-digital skills. (ika/yok)