Mencerdaskan Kehidupan Bangsa melalui Perbaikan Sanitasi Pesantren
Rizal Zubad Firdausi, ST, MT
Koordinator Divisi Riset, Publikasi dan Kehumasan IDFoS Indonesia
Pegiat Lingkungan Hidup Bojonegoro
Sanitasi adalah aspek yang sangat penting dalam menjaga kesehatan masyarakat, tetapi sering kali diabaikan, terutama di tempat-tempat pendidikan dan komunal seperti pesantren. Ini menjadi sangat jelas karena pondok pesantren selalu mendapat stigma “kemproh” (kumuh), bahkan ada keyakinan di masyarakat jawa “nek gak gudik-en, durung dadi santri”. Hal ini mencerminkan kondisi sanitasi yang buruk di pesantren, penyakit gudik (scabies) menjadi hal wajar dialami oleh santri di pondok pesantren
Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan IDFoS Indonesia mengungkapkan bahwa meskipun ada beberapa kemajuan kondisi fasilitas pesantren, sanitasi di pesantren-pesantren masih jauh dari memadai. Ini bukan hanya soal kebersihan, ini soal kesejahteraan dan martabat para santri, yang menghabiskan bertahun-tahun di lingkungan ini. Mengabaikan masalah sanitasi di pesantren berarti mengabaikan kesehatan dan masa depan ribuan anak muda. Sudah saatnya kita menangani masalah ini dengan serius.
Sanitasi yang baik sangat erat kaitannya dengan kesehatan. Tanpa fasilitas sanitasi yang layak, risiko penyakit seperti diare, infeksi kulit, dan penyakit serius seperti tifus dan kolera meningkat. Di pesantren, di mana para santri tinggal berdekatan dan berbagi fasilitas, penyakit bisa menyebar dengan cepat. Studi ini menunjukkan bahwa sekitar 37,29% pesantren di Bojonegoro memerlukan perbaikan besar dalam fasilitas sanitasi mereka. Ini bukan angka yang kecil dan harus menjadi alarm bagi semua pihak yang terlibat.
Dari penelitian tersebut, terungkap bahwa banyak pesantren yang kondisinya hanya sekadar memadai. Hanya 3,95% yang memiliki fasilitas sanitasi yang sangat baik. Ini jelas tidak cukup! Bagaimana kita bisa berharap para santri belajar dan berkembang dengan baik jika mereka tinggal di lingkungan yang tidak sehat? Fakta bahwa 42,94% pesantren di Bojonegoro perlu meningkatkan layanan kesehatan menunjukkan bahwa masih banyak yang harus dilakukan. Pesantren seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk belajar, bukan tempat di mana penyakit bisa dengan mudah menyebar.
Tentu saja, meningkatkan sanitasi di pesantren bukanlah hal yang mudah. Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, seperti pendanaan, sikap budaya, dan pembangunan infrastruktur. Tapi, ini bukan alasan untuk tidak bertindak. Jika ada kemauan, pasti ada jalan. Pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat harus bekerja sama untuk memprioritaskan masalah ini. Kita tidak bisa menutup mata sementara generasi muda kita terancam kesehatannya.
Perbaikan ini tidak hanya membangun lebih banyak toilet atau menyediakan air bersih, ini juga soal mengedukasi para santri dan warga pondok tentang pentingnya kebersihan. Hanya 35,03% pesantren di Bojonegoro yang cukup memadai dalam aturan/kebijakan yang dapat mempengaruhi perilaku sanitasi di kalangan santrinya, tetapi banyak yang masih kurang. Ini menunjukkan bahwa program pendidikan kebersihan yang menyeluruh sangat dibutuhkan.
Salah satu temuan yang paling mengkhawatirkan adalah tentang layanan kesehatan di pesantren. Hanya 28% pesantren yang memiliki Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren), jelas bahwa layanan kesehatan belum mendapatkan perhatian yang cukup. Namun, yang perlu didorong lebih penting adalah setiap pesantren memiliki fasilitas poskestren, selai itu perlu juga dipastikan adanya pemeriksaan kesehatan rutin, dan sistem pelayanan yang baik.
Untuk mengatasi masalah sanitasi di pesantren perlu ada peningkatan fasilitas kesehatan, pendidikan tentang sanitasi, pengembangan infrastruktur, dan koordinasi yang lebih baik antar pemangku kepentingan pemerintah baik daerah maupun pusat. Juga yang lebih penting harus menyediakan sumber daya dan dukungan yang cukup untuk mengatasi masalah sanitasi ini.
Kita sering terjebak dalam angka-angka statistik dan lupa bahwa di balik itu semua adalah kesehatan dan martabat ribuan santri. Meningkatkan sanitasi di pesantren bukan hanya soal membangun fasilitas yang lebih baik, namun ini juga mengenai menghormati hak-hak para santri untuk hidup dan belajar di lingkungan yang layak sehat. Ini soal memastikan mereka memiliki kesempatan untuk belajar dan berkembang tanpa khawatir akan penyakit.
Sebagai penutup, masalah sanitasi di pesantren adalah isu yang sangat mendesak dan membutuhkan tindakan segera. Temuan dari penelitian di Bojonegoro ini seharusnya menjadi pemicu untuk perubahan. Dengan memprioritaskan program APBD Bojonegoro yang memiliki kekuatan fiskal tinggi, masih sangat mungkin untuk melakukan perbaikan sanitasi di pesantren, sehingga dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman, sehat, dan mendukung bagi proses belajar dan perkembangan diri. Jangan menunggu sampai situasi menjadi semakin buruk.