Meneguhkan Komitmen “Saya Perempuan Anti Korupsi”
Dari Diskusi Reboan
Meneguhkan Komitmen “Saya Perempuan Anti Korupsi”
Oleh: Laily Mubarokah, Koordinator Divisi Pemberdayaan Perempuan
DISKUSI Reboan merupakan agenda rutin yang dilakukan oleh IDFoS Indonesia. Bentuk kegiatannya mulai kajian, FGD, atau diskusi. Kenapa disebut Reboan? Karena, pada hari itu aktivitas kita pada umumnya lebih longgar. Reboan berasal dari bahasa Jawa yang berarti hari Rabu. Reboan ini menjadi branding dari IDFoS dan kegiatan yang dilakukan rutinan pada hari Rabu.
Kali ini Diskusi Reboan mengangkat tema “Saya Perempuan Anti Korupsi”. Latar belakang dari diskusi ini, karena tiap hari kasus korupsi menjadi trend setter di Indonesia. Kasus korupsi selalu meningkat setiap tahunnya.
Perilaku koruptif yang ini menyeret perempuan dan keluarganya. Sehingga, memperkuat keyakinan bahwa perempuan perlu melindungi diri dan setidaknya keluarganya, untuk tidak terlibat atau pencegahan korupsi.
Ketidaktahuan atau kurangnya pengetahuan tentang modus-modus korupsi membuat perempuan belum sepenuhnya mengenali peluang-peluang munculnya tindak pidana korupsi. Karena itu, perempuan perlu mempunyai pengetahuan yang komprehensif tentang modus-modus dan kesempatan yang menawarkan munculnya perilaku koruptif beserta konsekuensi hukumnya.
Tujuan dari diskusi ini adalah untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang konsep SPAK memahami konsep dan menjalin kerjasama multi stakeholder terkait dukungan konsep SPAK. Out put dari diskusi ini adalah adanya kerjasama antar multipihak.
Diskusi ini berlangsung pada 15 Juni 2016 di ruang pertemuan Bakesbangpol Linmas. Pesertanya kali ini terdiri dari instansi pemerintah (Kemenag, Bakesbangpol Linmas, DPRD). Organisasi perempuan (Dharma Wanita, KPI, Bhayangkari). Kemudian, organisasi masyarakat (Fatayat, Kelas Inspirasi, IPPNU), organisasi mahasiswa ektra kampus dan intra kampus, dan media massa.
Alur diskusi dimulai dari moderator. Dilanjutkan oleh sambutan dari Direktur IDFoS Ahmad Taufiq. Kemudian, pemaparan dari tiga pemateri dari IDFoS. Yakni, Rika Wulandari, Saiis Sulithoh, dan Riska Dwi Cahyani.
Inti dari materi yang disampaikan adalah pengertian dari korupsi, bentuk perilaku-perilaku koruptif, contoh perilaku koruptif, peran perempuan dalam lingkaran korupsi, peran apa yang bisa dilakukan oleh perempuan, pencegahan perilaku koruptif dari keluarga, nilai-nilai anti korupsi, serta latar belakang SPAK, tujuan, kegiatan yang dilakukan, serta peran kita sebagai masyarakat mencegah adanya korupsi.
Di tengah-tengah pemaparan materi tentang anti korupsi, Ketua DPRD Mitroatin hadir sekaligus memberikan sambutan serta dukungan dalam kegiatan bertema, “Saya, Perempuan Anti Korupsi” tersebut.
Menurut dia, perempuan merupakan salah satu pelaku yang berperan penting dalam membina keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah. Terkait pencegahan korupsi, perempuan merupakan pendidik bagi anak-anaknya dan pengendali keluarga di dalam rumah tangga.
Karena itu, dia sangat mendukung dan senang adanya diskusi yang membahas “Saya, Perempuan Anti Korupsi!” ”Sebagai ketua DPRD, saya siap mendukung gerakan SPAK selama tidak melanggar aturan,” tandasnya.
Selain ketua DPRD, ada lima respon yang mencuat dalam Diskusi Reboan tersebut. Seperti dari Johny Nurhariyanto, dari Divi Humas P3A, Arfa dari ketua IWAPI, Ny. Subekti dari anggota Dharma Wanita, Tika dari Fatayat NU, dan Nafidatul Himah dari KPI.
“Kami mendukung gerakan SPAK. Mari kita membuat gerakan bersama dan berjejaring. Misalnya sosialisasi anti korupsi di Car Free Day, roadsow, dan di desa-desa. ”Kegiatan ini tidak membutuhkan biaya yang terlalu banyak, tapi bagaimana sasaran dari kegiatan ini lebih meluas,” saran Himah.
Sedangkan IWAPI menekankan, perempuan harus mandiri, tidak bergantung terus menerus pada suami. Sehingga, perilaku korupsi bisa ditekan. Jika perempuan mandiri, bisa ikut membantu keuangan keluarga. Diharapkan, tuntutan istri terhadap suami berkurang, karena perempuan sudah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri.
Tidak hanya itu. Perwakilan yang hadir seperti Kemenag, Dharma Wanita, BEM STIKES ICSADA, Fatayat, dan seluruh peserta diskusi juga mendukung dan siap menjadi agen SPAK di Bojonegoro. Mereka juga siap bermitra untuk menyebarluaskan gerakan “Saya, Perempuan Anti Korupsi” di masing-masing komunitas.
Dari 32 peserta, mayoritas yang hadir atau 89 persen perempuan. Dari peserta yang datang, semua juga mendukung dan siap menjadi agen SPAK (Saya Perempuan Anti Korupsi). Setelah diskusi ini, akan ada rencana tindak lanjutnya. Harapannya, ada gerakan yang berjejaring dengan berbagai elemen masyarakat.
”Sehingga, akan ada banyak agen SPAK di Bojonegoro yang siap untuk melawan perilaku-perilaku koruptif,” tandas Laily Mubarokah, koordinator Divisi Pemberdayaan Perempuan IDFoS Indonesia. (*/Dilengkapi oleh Siti Samrotul Pancaningsih, relawan Divisi Pemberdayaan Perempuan).